Ticker

6/recent/ticker-posts

Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal meminta kepada Presiden RI, Jendral H. Prabowo Subianto, menengahi perseteruan kedua gubernur antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara




Jakarta- https://www.mencarikeadilan.com Perseteruan Dua Gubernur antar Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara dalam pekan ini viral berkaitan dengan permasalahan perebutan empat pulau yang Masing-masing mengklaim bahwa empat pulau tersebut masuk dalam wilayah administrasi mereka. Minggu, 15/06/2025

Berdasarkan memorandum yang dituangkan didalam perjanjian secara tertulis sebagaimana disampaikan prof. Dr. KH. Sutan Nasional, SH., MH, sebagai berikut.

“terang Prof Dr KH Sutan Nasomal Pakar Hukum Internasional dan Ekonom menjawab pertanyaan para pemimpin Redaksi Cetak maupun online via telpon di Kantor DPP Partai Oposisi Merdeka Di bilangan Komplek Asmara pusat Cijantung Jakarta 15/6/2025.



Sekitar polemik antara Gubernur Sumatra Utara dan Aceh sebenarnya tidak perlu terjadi di karenakan ikatan
Surat Kesepakatan antara Gubernur Sumatera Utara (Raja Inal Siregar) dan Gubernur Aceh (Ibrahim Hasan) tahun 1992. terkait sengketa empat pulau di Singkil. “, terang Prof Dr KH Sutan Nasomal

Prof Dr. KH. Sutan Nasomal, S. H., M. H. Memaparkan perihal 4 pulau masing masing yang letaknya di perbatasan antara Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan Provinsi Sumatera Utara”, jelasnya selalu Pakar Hukum Internasional, Ekonom secara gamblang kepada para pemimpin Redaksi Cetak maupun Online yang mewawancarainya.


Berikut penjelasan lengkapnya, Latar Belakang Kesepakatan 1992, Pada tahun 1990–1992, terjadi ketegangan antara Sumatera Utara (Sumut) dan Aceh terkait klaim atas empat pulau di wilayah Singkil :

1. Pulau Panjang
2. Pulau Mangkir Gadang
3. Pulau Mangkir Ketek
4. Pulau Lipan

Konflik ini memicu ketidakstabilan di perbatasan, termasuk sengketa penangkapan ikan dan pengelolaan sumber daya laut.

Akhirnya, pada tahun 1992, dengan mediasi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) saat itu, Rudini, kedua gubernur menyepakati resolusi batas wilayah.

Isi Pokok Kesepakatan 1992.
Dokumen kesepakatan tersebut menegaskan:

1. Keempat pulau diakui sebagai bagian dari Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh.

2. Sumut tidak boleh lagi mengklaim kedaulatan atau mengeluarkan izin usaha di wilayah tersebut.

3. Pengelolaan sumber daya alam (perikanan, pariwisata, dll.) menjadi hak penuh Aceh.

4. Hanya kerja sama teknis (seperti konservasi laut lintas batas) yang boleh dibahas bersama.

Kesepakatan ini ditandatangani di Jakarta, disaksikan langsung oleh Mendagri Rudini dan dianggap sebagai final dan mengikat.

Status Hukum Kesepakatan ini diperkuat oleh Undang-Undang No. 11/2006.tentang Pemerintahan Aceh (Pasal 246 menyatakan batas wilayah Aceh mengacu pada peraturan sebelumnya.

Dikuatkan lagi oleh Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 01.P/HUM/2013. yang menolak gugatan Sumatra Utara.

Tercatat dalam arsip nasional Kementerian Dalam Negeri sebagai dokumen resmi penyelesaian sengketa.

Mengapa Sumatra Utara Kembali Mengklaim?
Meski ada kesepakatan 1992, pemerintah Sumatra Utara di era berikutnya (termasuk Bobby Nasution) mencoba mengabaikannya dengan alasan,

1. Potensi ekonomi besar (ikan, wisata, migas).

2. Dukungan pengusaha yang ingin berinvestasi di pulau-pulau tersebut.

3. Politik identitas untuk memperluas pengaruh Sumut.

Aceh konsisten dengan aturan dan kesepakatan yang sudah disahkan pada tahun 1992 serta menolak klaim baru ini, karena, Kesepakatan 1992 masih sah, UU Pemerintahan Aceh sudah jelas dan MA telah memenangkan Aceh.

Dari hasil kesepakatan pada tahun 1992 dapat disimpulkan bahwa kesepakatan 1992 adalah final dan masih berlaku hingga kini.

Aceh memiliki dasar hukum kuat (UU, putusan MA, dan dokumen historis).
Upaya Sumut mengklaim ulang adalah pelanggaran kesepakatan nasional.


Gubernur Aceh mewakili masyarakat berpesan bahwa Kami menghormati sejarah, hukum, dan janji lama. Sumatra Utara harus berhenti mengada-ada. Jika Sumut terus memaksa, kelihatannya Aceh siap membawa kasus ini ke Pengadilan Internasional sekalipun kesepakatan ini tidak boleh dihapus dari sejarah. Tegasnya


Presiden RI Jendral Haji Prabowo Subiyanto di harapkan menghormati Gubernur dan masyarakat Aceh yang telah berbicara sesuai haknya bahwa penyelesaian akan ditempuh melalui tiga pendekatan, yakni secara kekeluargaan, administratif, dan politis. Ia menegaskan keputusan Kemendagri harus dikaji ulang dan pulau-pulau tersebut dikembalikan kepada Aceh.


Aceh menolak menyelesaikan persoalan ini melalui jalur hukum, dalam hal ini gugatan ke PTUN,” tegasnya.

Prof Dr KH Sutan Nasomal juga menghormati Aceh dan akan berjuang agar apa yang menjadi milik daerah Aceh tetap tidak pindah kepihak manapun.

Prof DR KH Sutan Nasomal SH,MH. Mengajak Gubernur Aceh dan Sumut tetap berhati dingin serta menjaga persaudaraan sebagai pemangku kepala daerah.

Presiden RI Prabowo Subiyanto jangan terbawa oleh spekulasi pendek yang akhirnya memecahbelah sesama anak bangsa. Jangan ada lagi pihak yang di likuai hati dan perasaannya dengan politik spekulasi singkat.

Narasumber : Prof DR KH Sutan Nasomal Pakar Hukum Internasional dan Ekonom juga Presiden Partai Oposisi Merdeka dan Jenderal Komite Mantan Preman Indonesia Istighfar serta Pengasuh Ponpes ASS SAQWA PLUS Jakarta Call Center 08118419260. (Tim/red)